Sabtu, 31 Juli 2010

Bimbang

Sunyi, sepi.
Tak satu pun kata terucap.
Bimbang? Mungkin.
Takut? Sedikit.
Sedih? Tentu.
Jenuh? Ya.
Menyesal? Sangat.
Semua itu bergelut dalam pikiranku.
Namun, mengapa tak satu kata pun dapat kuucap?
Kucoba untuk katakan, namun lidahku kelu.
Sebenarnya ingin kukatakan yang sejujurnya.
Betapa aku membenci semua yang kulakukan kini.
Aku ingin lepas dari jerat ini.
Semakin lama, semakin tak kukenali diriku yang sebenarnya.
Tuhan, kumohon pertolongan-Mu.
Hanya Engkau yang tahu yang terbaik untukku.

Rabu, 21 Juli 2010

Sedikit Penyesalan dan Ucapan Terima Kasih


Seandainya mungkin, akan kutanyakan kepada burung-burung kecil
"Bagaimana rasanya terbang bebas di angkasa?"
Seandainya mungkin, akan kutanyakan kepada dedaunan
"Cerita apa yang dibawa sang angin dari negeri sebrang?"

Seandainya bisa, aku ingin menjadi air.
Dapat mengalir bebas hingga ke samudera luas.
Seandainya bisa, aku ingin menjadi angin.
Dapat bebas berkelana tanpa ada yang mengekang.

Namun, memang sudah takdirku untuk tercipta seperti ini.
Dengan segala baik dan buruk yang kimiliki.
Dengan segala kebahagiaan dan kesedihan yang kurasakan kini.
Dengan senyum dan air mata yang masih dapat kumiliki.

Setidaknya, aku masih memiliki impian yang dapat mebawaku ke negeri sebrang.
Aku masih memiliki harapan yang tak dapat dikekang.
Aku masih memiliki semangat yang membuatku bertahan.
Dan tentunya, aku masih memiliki teman-teman yang tulus menyayangiku.

Terima kasih Tuhan, atas segala yang Kau berikan.
Terima kasih Tuhan, atas kedua tangan yang kau berikan.
Tangan yang dapat kugunakan untuk membunyikan biolaku.
Dan memeluk orang-orang yang kucintai.

Don't Judge The Book by Its Cover

Sudah beberapa hari ini saya berniat untuk mencoba menambah wawasan musik saya dengan mencoba mendengarkan jenis-jenis musik yang sebelumnya belum pernah saya coba untuk dengarkan. Pada awalnya, saya belum terpikir jenis musik seperti apa yang akan saya coba untuk dengarkan. Sampai pada akhirnya, saya menonton video rekaman penampilan dari Hudson Prananjaya dan Fay Nabila, dua orang peserta dari sebuah ajang pencarian bakat.

Pada video tersebut, Hudson, dengan konsep two faces-nya yang khas, dan Fay ,dengan bakat menarinya yang hebat, menyajikan sebuah penampilan yang bertema bollywood. Mereka menampilkan lagu Koi Mil Gaya dan Jai Ho. Berawal dari video itu, saya pun mulai terpikir untuk mencoba mendengarkan lagu-lagu bollywood yang selama ini belum pernah saya coba dengarkan.



Diawali dengan mendengarkan lagu Jai Ho, akhirnya saya pun mulai tertarik dan menyukai lagu-lagu tersebut. Ternyata prasangka saya selama ini mengenai lagu-lagu bollywood itu salah. Dulu saya berpikir bahwa lagu-lagu tersebut agak aneh dan tidak bisa dinikmati. Namun, ternyata lagu-lagu tersebut menarik dan tidak kalah dari lagu-lagu yang berasal dari genre musik yang lain. Dari kejadian ini, saya mengambil sebuah pelajaran untuk tidak berprasangka buruk. Segala sesuatu, termasuk musik, pasti memiliki sisi baik.

Pada dasarnya, semua musik itu bagus. Suka atau tidaknya kita itu tergantung selera dan selera setiap orang tentu berbeda-beda. Setiap orang pasti memiliki jenis-jenis musik tertentu yang ia sukai maupun tidak disukai. Akan tetapi, semua jenis musik tersebut harus tetap kita hargai. Biar bagaimanapun itu adalah karya seni, sesuatu yang diciptakan dengan tulus dan dengan ide yang orisinil tentunya. Oleh karena itu, mari kita semua belajar untuk lebih menghargai segala jenis karya seni, sekecil apapun itu. Don't judge the book by its cover. ;)

Senin, 19 Juli 2010

Impian


Orang bilang aku aneh. Mungkin sebenarnya hanya sedikit berbeda.
Orang bilang aku keras kepala. Sebenarnya aku hanya berusaha untuk mempertahankan keyakinanku.
Orang bilang aku tak sama. Ya, aku memang bukan kalian.
Aku, ya aku.
Bukannya aku tak punya cita-cita.
Bukannya aku tak punya harapan.
Hanya saja, mungkin impianku yang berbeda.
Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.
Aku mau menjadi apa yang ku mau.
Impianku bukan harta, bukan pula gelar.
Aku hanya ingin bahagia menjadi diriku yang seutuhnya.
Ya, cukup itu saja

Jumat, 16 Juli 2010

Kami


Atas nama-Nya kami bernapas
Dengan izin-Nya kami melangkah
Dengan kasih sayang-Nya kami mencinta
Dan, dengan anugerah-Nya kami berkarya

Dengan harapan kami bangkit
Dengan impian kami berinovasi
Dengan imajinasi kami berkreasi
Dan, dengan rasa kami berekspresi

Dengan irama kami tunjukkan semangat
Dengan melodi kami berbicara
Dalam harmoni kami berpadu
Dan, dengan seni kami tunjukkan jati diri

Rabu, 14 Juli 2010

Era Keemasan yang Telah Berlalu



Entah kenapa, akhir-akhir ini saya sedang sering sekali mendengarkan lagu-lagu lama. Kebanyakan lagu-lagunya berasal dari tahun 70 - 80-an, seperti lagu-lagu yang dibawakan oleh Alm. Chrisye, Fariz RM, Utha Likumahua, Mus Mujiono, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya, lagu-lagu tersebut bukan lagu yang hits pada zaman saya. Bahkan, lagu-lagu ini sudah ada sejak saya belum lahir. Walaupun begitu, saya lebih menyukai lagu-lagu ini dibanding lagu-lagu yang hits di zaman saya sekarang.

Kalau saya bandingkan, lagu-lagu di era 70 - 80-an memiliki kualitas musik yang jauh lebih bagus dan dibawakan oleh musisi-musisi yang juga lebih berkualitas. Bila kita bandingkan kualitas suara para musisi pada zaman ini ketika perform live maupun rekamannya tidak berbeda. Jenis musik yang disajikan pada era itu pun beragam dan masing-masing memiliki ciri khas dan keunikan. Tidak hanya itu, lirik lagu yang dinyanyikan pun dibuat dengan kata-kata yang amat indah dan puitis. Pilihan kata yang digunakan mencerminkan pesan sang penulis lagu, tetapi tidak mengesampingkan etika dan kesopansantunan.

Berbeda dengan musik yang sedang hits pada masa sekarang, kebanyakan musisinya lebih sering bernyanyi dengan taknik lip sing. Sekalipun bernyanyi live, biasanya kualitas suara mereka jauh bila dibandingkan dengan rekamannya. Jenis musiknya pun cenderung monoton dan idenya cenderung tidak orisinil. Selain itu, lirik lagunya pun cenderung lebih vulgar. Bahkan, banyak di antara lagu-lagu tersebut yang berlirik amat tidak pantas untuk menjadi konsumsi umum.

Mungkin memang ada benarnya perkataan salah seorang musisi yang saya lupa namanya. Beliau berkata "musik itu berkembang hanya sampai tahun 80-an. Selebihnya mati. Kualitasnya menurun". Dan itu cukup terbukti pada kondisi musik saat ini. Lagu-lagu tahun 80-an masih melegenda hingga sekarang sedangkan lagu-lagu zaman sekarang tidak bertahan lama. Mungkin teknologi zaman sekarang yang terlalu canggih justru membuat kualitas seorang musisi mudah direkayasa.

Masyarakat Indonesia sebenarnya -menurut saya- menupakan masyarakat yg cukup maju dan cerdas. Oleh karena itu, sebenarnya, masyarakat Indonesia membutuhkan musik yang lebih berkualitas. Semoga kami, para seniman muda Indonesia, dapat membangkitkan dan mengembalikan musik Indonesia seperti pada masa kejayaannya dahulu. Amin..

Rabu, 07 Juli 2010

Selamat Jalan, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa


Oh...
Manakala mentari tua
Lelah berpijar
Oh...
Manakala bulan nan genit
Enggan tersenyum
Berkerut kerut tiada berseri
Tersendat-sendat merayap dalam kegelapan
Hitam kini hitam nanti
Gelap kini akankah berganti

Engkau lilin-lilin kecil
Sanggupkah kau mengganti
Sanggupkah kau memberi
Seberkas cahaya
Engkau lilin-lilin kecil
Sanggupkah kau berpijar
Sanggupkah kau menyengat
Seisi dunia

Lilin-lilin Kecil. Ya, itulah judul lagunya. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh seorang musisi ternama, Alm. Chrisye. Lagu ini mengingatkan saya akan sebuah peristiwa yang baru saja terjadi belakangan ini, berpulangnya Bapak AT Mahmud, seorang pencipta lagu sekaligus seorang pendidik.

Kepergian Bapak AT Mahmud tentunya meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi kita semua. Semasa hidupnya, Bapak AT Mahmud telah menciptakan banyak lagu untuk anak-anak. Kebanyakan dari lagu-lagu yang beliau ciptakan memiliki tema yang diambil dari hal-hal yang biasa kita lihat sehari-hari dan dituangkan dalam bentuk syair sederhana dan dengan bahasa yang mendidik. Melodi yang digunakan pun juga sederhana dan disesuaikan dengan range suara anak-anak.

Bila diibaratkan, Bapak AT Mahmud seperti matahari yang tidak lagi dapat berpijar. Atau, sang rembulan yang tak lagi bisa tersenyum. Akhir-akhir ini, sudah tidak pernah lagi saya mendengar lagu-lagu yang beliau ciptakan disiarkan melalui televisi maupun radio. Kalau kita perhatikan kondisi saat ini, sudah hampir tidak ada lagi anak-anak yang menyanyikan lagu yang sesuai dengan usia mereka. Hampir semua anak-anak menyanyikan lagu-lagu yang seharusnya diperuntukkan untuk orang-orang dewasa.

Namun, yang lebih disayangkan lagi adalah belum adanya seniman-seniman muda yang mau meneruskan perjuangan yang telah beliau lakukan. Hingga saat ini, belum ada lilin-lilin kecil yang mulai menyala untuk menerangi indahnya masa kana-kanak anak-anak Indonesia. Semoga suatu saat nanti, kami, para seniman-seniman muda yang akan dapat meneruskan perjuanganmu, Pak AT Mahmud.

Selamat jalan Bapak AT Mahmud. Terima kasih atas semua melodi indah yang kau ciptakan untuk mewarnai masa kecil kami. Engkau lah sang pahlawan tanpa tanda jasa. Bagai mentari yang menyinari tanpa mengharap balas budi.